Bencana dan Panggung Pencitraan

oleh -171 Dilihat
banner 468x60

Bencana yang terjadi di Sumatera beberapa waktu terakhir menimbulkan duka yang dalam. Banyak keluarga kehilangan rumah, pekerjaan, dan bahkan orang-orang yang mereka cintai. Situasi ini seharusnya menjadi saat untuk berkabung, menguatkan yang terdampak, dan mengevaluasi langkah-langkah penanggulangan bencana secara serius. Namun, di tengah suasana duka, muncul fenomena yang perlu dikritisi: bencana dijadikan panggung pencitraan.

Kehadiran pejabat publik di lokasi bencana sebenarnya penting selama bertujuan memastikan koordinasi, percepatan bantuan, dan kepastian bahwa pemerintah bekerja di garis depan. Namun ketika kunjungan lebih menonjolkan kamera daripada kerja, maka empati berubah menjadi simbol, bukan tindakan. Respons cepat di ruang publik kadang justru mendahului respons nyata di lapangan. Akhirnya, perhatian masyarakat terserap lebih banyak pada sorotan media daripada pada kebutuhan penyintas.

Catatan ini bukan untuk menyudutkan pihak mana pun, melainkan mengingatkan bahwa bencana menyangkut martabat manusia. Mereka yang kehilangan rumah, keluarga, atau masa depan tidak membutuhkan panggung — yang mereka butuhkan adalah kepastian bantuan, kehadiran negara yang berkelanjutan, dan pembenahan sistem agar tragedi serupa tidak terulang.

Di lokasi bencana, yang paling mendesak adalah hal-hal sederhana tetapi fundamental: makanan yang cukup, selimut yang hangat, akses kesehatan, tempat tinggal sementara yang layak, serta dukungan psikososial. Pemulihan juga membutuhkan rencana jangka panjang: pendidikan anak tidak boleh terhenti, mata pencaharian keluarga harus dipulihkan, dan para penyintas perlu diberi ruang untuk menentukan langkah hidup mereka sendiri. Ketika sorotan kamera lebih banyak daripada solusi berkelanjutan, bencana berubah menjadi seremoni singkat, bukan proses pemulihan yang manusiawi.

Hujan ekstrem memang menjadi pemicu, tetapi bukan satu-satunya penyebab bencana besar yang terjadi di Sumatra. Kerentanan ekologis yang menumpuk selama bertahun-tahun — seperti alih fungsi lahan secara agresif, hilangnya tutupan hutan, lemahnya tata kelola ruang, dan minimnya pengawasan terhadap eksploitasi sumber daya alam — memperbesar risiko bencana dan memperberat dampaknya. Penanggulangan pasca-bencana hanya menyelesaikan sebagian dari persoalan. Pertanyaan yang lebih penting adalah: mengapa banjir dan longsor berulang? Tanpa evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan lingkungan dan penegakan hukum, upaya penanganan hanya menunda bencana selanjutnya.

Kritis tidak harus berarti menyalahkan; kritik dapat menjadi cara mencari solusi yang lebih adil dan berkelanjutan. Pemerintah pusat dan daerah, akademisi, masyarakat sipil, dan pelaku usaha perlu duduk bersama untuk menyusun strategi mitigasi yang memprioritaskan keselamatan warga. Investasi dalam perlindungan lingkungan bukan hambatan pembangunan; justru langkah pencegahan agar kerugian lebih besar tidak terulang — baik kerugian materi maupun hilangnya nyawa.

Pemulihan wilayah terdampak bencana idealnya berlangsung secara konsisten dan tenang, tanpa perlu banyak pernyataan heroik. Dengan perencanaan matang dan pelaksanaan transparan, masyarakat dapat merasakan bahwa negara bekerja, bahkan tanpa perlu melihatnya tampil di layar televisi. Kita memerlukan budaya baru dalam penanganan bencana: lebih sedikit retorika, lebih banyak kerja nyata; lebih sedikit simbol, lebih banyak kepastian; lebih sedikit panggung, lebih banyak kehadiran.

Bencana adalah ujian solidaritas dan kedewasaan bangsa. Solidaritas terbaik bukan ditunjukkan dengan kehebohan, tetapi dengan keberlanjutan komitmen. Kedewasaan bangsa tampak ketika ia mampu menempatkan korban sebagai prioritas tertinggi — bukan sebagai latar belakang acara seremonial. Sumatera sedang berduka, dan dukanya harus dihormati. Biarlah para korban bangkit dengan tenang, tanpa hiruk pikuk pencitraan di sekeliling mereka. Tugas kita bersama adalah memastikan bahwa mereka tidak berdiri sendirian. Negara dan masyarakat wajib hadir — bukan untuk pencitraan, tetapi untuk pemulihan yang jujur, bertahap, dan tuntas.

Tim Redaksi

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.