Krisis Moralitas di Tengah Kemajuan AI

oleh -383 Dilihat
banner 468x60

Oleh: Ebed Bili Pati Seko

Kecerdasan buatan yang akrab disebut artificial intelligence (AI) merupakan sebuah mesin cerdas yang menggabungkan berbagai mesin dan pengetahuan. Dalam bidang ilmu komputer, kecerdasan buatan berfokus pada pembuatan mesin cerdas yang memiliki sifat dan reaksi yang mirip dengan manusia. Pengenalan ucapan, pembelajaran, perencanaan, dan pemecahan masalah adalah beberapa aktivitasnya. Keberadaan AI bukan lagi sekadar wacana masa depan tentang zaman dan perkembangan teknologi, tetapi tentang aspek individualitas di dalam AI. Hal ini dapat dibuktikan dengan kemajuan yang signifikan, mulai dari ponsel genggam, mesin pencarian, hingga layanan kesehatan.

Di satu pihak, kehadiran AI memberi kemudahan yang luar biasa dalam segala aspek kehidupan manusia. Namun, di lain pihak, kemajuan-kemajuan ini sering kali mengabaikan masalah yang jauh lebih mendasar, yakni lemahnya moralitas manusia. Terkadang, dalam penggunaannya, kita mudah memojokkan etika dan nilai rasa. Meskipun kecerdasan buatan (AI) ini sangat efisien dan bisa diandalkan dalam ruangan maya, tapi pada saat yang sama, jika meminggirkan unsur etik dan etis dapat menjadi senjata untuk merugikan manusia itu sendiri.

Realitas yang terjadi saat ini, yaitu meningkatnya penyebaran hoaks, manipulasi gambar dan suara pun tercipta atas bantuan AI. Ironisnya, banyak orang lebih tertarik pada keuntungan instan dan kecepatan daripada mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang. Hal ini jelas, bahwa masalah utamanya bukan pada AI, tetapi timbulnya kekeliruan dalam menerjemah fungsi positif AI.

Salah satu yang menjadi sorotan publik baru-baru ini adalah aplikasi Veo 3. Ini adalah aplikasi generate terbaru dari google. Pasalnya, aplikasi tersebut mampu menghasilkan video dengan kualitas sinematik hanya dengan perintah dari teks sederhana. Teknologi ini memungkinkan pengguna membuat video realistis, lengkap dengan dialog, efek suara, dan sinkronisasi bibir yang presisi. Veo 3 bahkan bisa menciptakan manusia buatan yang sulit dibedakan dengan manusia asli. Kemudahan dan kemajuan teknologi ini justru disalahgunakan, terutama dalam pembuatan konten deepfake yang dapat menyesatkan publik.

Kasus penyalahgunaan konten deepfake telah merebak ke berbagai belahan dunia. Berdasarkan sebuah penjelasan dalam sebuah akun youtube Serambinews, di Amerika Serikat dua remaja ditangkap karena membuat gambar telanjang palsu teman sekelas mereka dengan aplikasi AI. Melihat siaran di Metro Tv, hal yang sama terjadi di Indonesia, di Kabupaten Gersik, Jawa Timur, seorang remaja ditangkap polisi karena kedapatan mengedit foto teman perempuannya menjadi foto yang vulgar dan dimuat di media sosial. Pelaku sengaja mengedit foto dengan bantuan AI hanya untuk kebutuhan pribadinya.

Selain itu, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Mabes Polri menangkap seorang pelaku penipuan yang menggunakan video deepfake yang mencatut nama dan wajah pejabat negara termasuk Presiden Prabowo Subianto dan Menteri keuangan Sri Muliani. Pelaku membuat video seolah-olah penjabat tersebut menawarkan bantuan ke masyarakat dan meminta transaksi sejumlah uang sebagai administrasi. Disebutkan total kerugian dari korban berkisar Rp60-65 juta.

Melihat banyaknya ketimpangan yang terjadi dari kemajuan teknologi khususnya dalam penyalagunaan kecerdasan buatan, penulis membaca peristiwa ini sebagai bagian dari krisis moral kristiani bagi para pengguna AI. Hal ini dikarenakan tidak sejalan dengan nilai-nilai kristiani yang menjadi landasan umat yang bermoral.

Nilai kristiani terdiri dari berbagai prinsip moral dan prinsip etis yang menjadi dasar dari semua ajaran agama Kristiani. Selain itu yang menjadi bagian utama dari nilai tersebut adalah keadilan, cinta, kasih sayang, kerendahan hati, kejujuran, dan nilai-nilai lainnya. Bagi orang-orang kristiani, nilai ini dilihat sebagai prinsip moral yang mendalam, dapat memengaruhi cara mereka berperilaku dan membuat keputusan.

Sumber salah satu nilai utama, yakni keadilan diajarkan kepada para pengikut Kristus untuk memperlakukan orang lain dengan adil dalam segala aspek kehidupan. Amal dan kebaikan mengacu pada sifat cinta dan kepedulian yang menciptakan ikatan sosial yang kuat dalam masyarakat Kristen. Orang-orang Kristen dididik tentang pentingnya memprioritaskan kepentingan orang lain daripada kepentingan pribadi mereka.

Dalam kehidupan sehari-hari dan interaksi sosial, nilai-nilai kristiani semakin penting. Umat Kristen akan menggunakan keadilan, kasih sayang, dan kebenaran moral saat membuat keputusan. Nilai-nilai ini membangun individu dan komunitas dalam lingkungan sosial dan komunitas. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Nilai-nilai itu tidak diindahkan atau dengan kata lain nilai itu terlantarkan dengan tindakan mencela, yakni penyalahgunaan AI yang merugikan orang lain.

Dengan demikian, pentingnya mempelajari etika komunikasi, pendidikan digital dan menghidupi setiap nilai-nilai kristiani adalah cara yang memungkinkan kita menciptakan sikap kritis dalam menggunakan AI.

Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Filsafat, Universitas Katolik Widya Mandira Kupang

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.